Video Sejarah Nabi Muhammad Saw Dari Lahir Sampai Wafat

Pemasangan Hajar Aswad

Dalam pandangan kaum Arab, Rumah Allah, Kakbah pada masa jahiliah juga memiliki kehormatan tersendiri. Pernah pada suatu tahun, banjir besar terjadi hingga masuk ke dalam Kakbah dan merusak dinding-dinding rumah suci tersebut. Kemudian kaum Quraisy meninggikan dinding-dinding Kakbah, namun ketika mereka hendak memasang Hajar Aswad, terjadi perselisihan diantara para ketua suku kabilah. Para ketua dari setiap suku kabilah berkehendak mendapatkan kehormatan untuk melakukan hal tersebut. Akhirnya suasana pun memanas. Para pemuka suku menyediakan sebuah baskom yang berisi darah lalu memasukkan tangan mereka ke dalamnya. Hal ini adalah ibarat sumpah yang mengharuskan mereka untuk berperang sampai salah satu dari mereka menang. Akhirnya merekapun bersepakat bahwa orang pertama yang memasuki Masjid dari pintu bani Syaibah harus mereka terima sebagai juri dan apa saja yang dikatakannya harus dilakukan. Orang pertama yang memasukinya adalah Muhammad saw. Para pembesar Quraisy berkata dia adalah al-Amin seorang yang dipercaya, setiap keputusannya akan kami terima. Kemudian diceritakan kepadanya apa yang terjadi. Muhammad saw berkata:"Bentangkanlah satu kain" dan ketika hal itu telah dilakukan, kemudian ia meletakkan Hajar Aswad di tengah kain tersebut. Dan berkata: "Setiap kepala suku hendaklah memegang salah satu sudut kain." Ketika mereka memegang setiap sudut kain dan membawanya, kemudian beliau mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkan di tempatnya dan keputusan ini telah mencegah sebuah pertikaian besar yang dapat menumpahkan darah. [17] Peristiwa ini menunjukkan kesuksesan Nabi Muhammad di tengah-tengah penduduk Mekah.

Menurut pendapat masyhur Syiah Imamiah, pengutusan Nabi saw terjadi pada tanggal 27 Rajab. [18] Nabi Muhammad saw ketika mendekati tahun-tahun pengutusannya mulai mengasingkan diri dari keramaian masyarakat dan beliau mulai sibuk dengan beribadah kepada Tuhannya Yang Maha Esa. Sebulan sekali dalam setiap tahunnya ia mengasingkan diri ke sebuah gunung yang di situ ada sebuah gua bernama Hira dan di sana dia banyak beribadah dan di saat-saat inilah setiap pengemis yang datang kepadanya, ia memberikan makanan kepada mereka. Kemudian dengan berlalunya sebulan penghambaan beliaupun kembali ke Mekah. Dan sebelum pergi ke rumahnya, ia melakukan tawaf, mengitari Kakbah sebanyak tujuh kali atau lebih lalu pergi ke rumahnya. [19]

Di salah satu tahun pengasingannya di gua Hira, ia diutus dan dipilih Allah swt menjadi nabi. Muhammad saw dalam hal ini berkata: Malaikat Jibril datang menghampiriku dan berkata: Bacalah!. Aku berkata: "Aku tidak bisa membaca." Kemudian berkata lagi: Bacalah! Aku berkata: "Apa yang aku baca?" Ia berkata:

﴾اقْرَ‌أْ بِاسْمِ رَ‌بِّكَ الَّذِي خَلَقَ﴿

Sebagaimana yang telah masyhur diketahui, beliau diutus menjadi nabi setelah berusia empat puluh tahun. [20]

Rasulullah saw dengan mendapatkan ayat-ayat permulaan surah Al-'Alaq sebagai ayat-ayat pertama yang turun kepadanya, dan setelah diutus menjadi nabi, dia kembali ke Mekah dan pergi ke rumahnya. Ada 3 orang yang tinggal di rumahnya: Khadijah, istrinya, Ali bin Abi Thalib anak pamannya dan Zaid bin Haritsah. [21] Nabi saw pertama mengajak keluarganya untuk mentauhidkan Tuhan dan orang pertama dari para wanita yang menyatakan keimanannya adalah Khadijah istrinya dan dari laki-laki anak pamannya Ali bin Abi Thalib as yang mana pada waktu itu ia berada dalam asuhan dan lindungan Nabi saw. [22] Dalam berbagai sumber madzhab-madzhab Islam lainnya, dari sebagian lainnya seperti Abu Bakar dan Zaid bin Haritsah merupakan orang-orang pertama yang masuk Islam. [23]

Meskipun dakwah dan ajakan pertama Nabi sangatlah terbatas, akan tetapi jumlah kaum muslimin semakin terus bertambah, dan dalam waktu singkat orang-orang yang masuk Islam pergi ke sekitar Mekah dan bersama Nabi saw mendirikan salat. [24]

Perjuangan R.A. Kartini untuk melanjutkan sekolah

Meski masa pingitan harus dijalani R.A. Kartini dengan penuh kesepian, kesedihan, dan ketidakadilan, hal itu tidak membuatnya putus asa.

Sebab R.A. Kartini mempunyai mimpi besar yaitu ingin memajukan perempuan kalangan bangsawan yang di mulai dari mengubah kebiasaan lama di keluarganya terlebih dulu.

R.A. Kartini juga sering menikmati buku-buku bacaan untuk menambah pengetahuan, menulis catatan hingga surat.

Dengan membaca, R.A. Kartini jadi mempelajari dan memahami pemikiran-pemikiran emansipasi yang berkembang di belahan dunia lain.

Pengetahuan tersebut menjadi dasar bagi Kartini dalam mewujudkan terciptanya kesetaraan manusia dan kemanusiaan.

Sejak saudari perempuannya R.A. Soelastri menikah dan ikut sang suami, R.A. Kartini menempati kedudukan sebagai putri kedua yang berhak mengatur semua urusan adiknya.

Hak R.A. Kartini untuk mengatur adik-adiknya dimanfaatkan dengan baik untuk melakukan perubahan-perubahan.

Tradisi feodal yang memberikan hak istimewa kepadanya tidak digunakan, adik-adiknya tidak lagi harus menyembah dirinya dan tak perlu berbicara dengan bahasa Jawa krama inggil.

Perubahan yang dilakukan oleh R.A. Kartini merupakan bentuk perombakan terhadap tradisi yang sudah mengakar kuat dalam kalangan bangsawan.

Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh R.A. Kartini perlahan bisa menjadikan aturan-aturan pingitan melonggar.

Berkat kesabaran dan upayanya yang pantang menyerah, kini R.A. Kartini mendapat dukungan dari tiga saudarinya.

Ia juga dilibatkan untuk mengikuti tugas sang ayah ke desa-desa di Jepara untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Seiring berjalannya waktu, R.A. Kartini pernah melakukan perjalanan dinas bersama ayahnya ke Batavia untuk mendapat beasiswa pendidikan di Belanda, tetapi usahanya itu gagal.

Peperangan Bani Nadhir dan Daumah al-Jandal

Pada tahun ke-4 H terjadi beberapa pertempuran secara terpisah dengan beberapa kabilah di sekitar Madinah, sebab mereka memandang agama baru tidak menguntungkan mereka dan kemungkinan bersatu dengan pihak lain dan menyerang kota Madinah. Dua peristiwa Raji' dan Bi'r al-Ma'unah yang selama ini telah banyak membunuh para pendakwah dan mubaligh muslim melalui para pejuang kabilah yang bersatu, adalah sebagai bukti dari persatuan ini dan juga merupakan sebuah usaha Nabi saw untuk menyebarluaskan Islam di Madinah.[58] Di tahun ini terjadi salah satu pertempuran Nabi dengan salah satu kaum Yahudi bernama Bani Nadhir, ketika Nabi dengan mereka sibuk berdiskusi kaum yahudi menginginkan jiwanya; namun akhirnya mereka dengan terpaksa harus meninggalkan daerah mereka. [59]

Di tahun berikutnya, Nabi saw dan kaum muslimin pergi ke tempat sekitar perbatasan Syam bernama Daumah al-Jandal; ketika pasukan Islam sampai ke tempat itu, musuh berlarian dan Nabi bersama kaum muslimin kembali ke kota Madinah.[60]

Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Ajen Dianawati, sesudah Rasulullah lahir, Aminah segera menyerahkan beliau kepada Halimatus Sa'diah untuk disusukan.

Setelah Nabi Muhammad SAW menjadi seorang yatim-piatu, beliau pun diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Setelah 2 tahun, kakeknya pun meninggal dunia.

Selanjutnya sesuai wasiat kakeknya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib (ayahnya Ali bin Abi Thalib).

Peristiwa-peristiwa setelah Fathu Mekah

Sementara belum 15 hari Nabi saw tinggal di Mekah sebagian besar dari kelompok kabilah jazirah Arab yang belum menjadi muslim telah bersatu untuk menentang beliau. Nabi saw dengan laskar pasukan besar dari kaum muslimin keluar dari Makah dan ketika mereka sampai ke sebuah tempat bernama Hunain, para musuh yang telah bersembunyi mengindap di lembah-lembah sekitar kota, mulai memanahi para pasukan. Hujan panah yang begitu dahsyat membuat para pasukan Islam mundur, sebagian kecil dari mereka menetap tinggal, namun akhirnya mereka juga lari kembali dan kemudian menyerang pasukan musuh dan mereka mengalahkannya.[73]

Perang Tabuk adalah salah satu peristiwa yang terjadi pada tahun ke-10 H. Berita sampai kepada Rasulullah bahwa kaum Romawi telah menyiapkan pasukan yang cukup besar di sebuah tempat bernama Balqa dan ingin menyerang kaum muslimin. Musim panas yang begitu sulit menyengat dan merupakan masa matangnya buah-buahan dan kebanyakan dari masyarakat ingin tinggal beristirahat di rumah mereka masing-masing. Dan pada Baitul Mal juga tidak terlihat adanya kekayaan. Nabi seperti biasa tidak pernah menentukan tujuan ketika mengirim laskar pasukan, namun pada perang Tabuk ini, karena kekhawatiran dan kesulitan yang mungkin terjadi, beliau mengumumkan bahwa kita akan pergi berperang melawan kaum Romawi. Sebagian kelompok mengatakan bahwa: Sekarang ini musim panas dan jangan pergi pada musim ini! Kelompok ini adalah kelompok orang-orang yang dikecam oleh ayat Alquran. Allah swt berfirman:

Para ahli sejarah menulis bahwa pasukan Islam dalam peperangan ini mencapai tiga puluh ribu orang. [75] Dan ini adalah paling tingginya angka pasukan laskar dalam peperangan Islam yang diikuti Rasulullah saw, bahkan paling tingginya angka pasukan yang terkumpul di tanah Arab hingga hari itu. Pada pengiriman pasukan laskar pada kali ini Nabi menetapkan Ali bin Abi Thalib untuk tinggal di Madinah untuk mengurusi segala keperluan rumah tangga beliau. Orang-orang munafik berkata, dia tidak ingin dalam perjalanan ini Imam Ali ikut bersamanya karena itu, Ali as mengadu kepada Nabi tentang hal ini, lantas beliau bersabda: "Aku telah menjadikanmu sebagai khalifahku bahwasannya engkau bagiku bagaikan Harun bagi Musa, hanya saja setelahku tidak ada Nabi." Laskar pasukan sangat letih dan lelah kehausan dan ketika mereka sampai ke Tabuk ternyata berita bahwa orang-orang Romawi telah siap untuk menyerang tidaklah benar.

Perang Tabuk adalah perang terakhir kaum muslimin dengan kaum non muslim dalam kehidupan Rasulullah. Sejak saat ini seluruh jazirah Arab menyerah. Setelah perang inilah setiap kabilah datang ke hadapan Rasulullah dan mengirim perwakilan mereka untuk menyatakan kepatuhan kabilah mereka dan menerima Islam sebagai keyakinan mereka. Dan bisa dikatakan kira-kira seluruh kabilah secara umum telah menjadi muslim. Berdasarkan inilah tahun ini dinamakan 'Amul Wufud(Wufud kata jamak dari "wafd" yang berarti sekelompok perwakilan atau para tamu).[76]

Setelah perang Tabuk, Islam di seluruh jazirah Arab semakin maju berkembang. Sejak saat itu, senantiasa berbagai delegasi dari para kabilah datang ke Madinah dan memeluk agama Islam. Dalam prakteknya, Nabi saw selama berada di tahun ke-10 yang telah disebut sebagai "Amul Wufud" ini, beliau selalu berada di Madinah dan menerima delegasi para kabilah.[77] Begitu juga di tahun ini Nabi saw mengadakan perundingan bersama orang-orang Kristen Najran,[78] pergi menunaikan ibadah haji dan di perjalanan pulang Nabi mengumunkan bahwa Ali bin Abi Thalib as sebagai pengganti dan pemimpin kaum muslimin setelahnya di sebuah tempat bernama Ghadir Khum.[79]

Di tahun ke-9 H, Nabi Muhammad saw bersamaan dengan korespondensinya dengan para kepala pemerintahan dunia, menulis surat kepada uskup Najran dan meminta para warga Najran untuk menerima Islam. Para pengikut Kristen memutuskan untuk mengirim tim ke kota Madinah untuk berbicara dengan Nabi dan menganalisa ucapan dan perkataannya.

Dewan utusan delegasi bertemu dengan Nabi di Masjid Madinah. Setelah kedua belah pihak bersikeras melegitimasi keyakinan dan kebenaran mereka, masalah berakhir dengan sebuah keputusan bahwa mereka di penghujung saling mengutuk (Mubahalah), dan diputuskan bahwa hari berikutnya, semua harus bersiap-siap pergi ke luar kota Madinah, di kisaran tepian gurun pasir supaya melakukan Mubahalah. (saling mengutuk)

Dini harinya, Nabi saw datang ke rumah Imam Ali as. Dia memegang tangan Imam Hasan as dan memeluk Imam Husain as, dan pergi keluar dari Madinah bersama-sama dengan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa untuk bermubahalah. Karena orang Kristen melihat mereka, mereka menolak untuk melakukan mubahalah dan menuntut untuk melakukan rekonsiliasi.[80]

Diangkatnya Muhammad SAW Menjadi Nabi

Diceritakan dalam buku Tasawuf Dalam Dimensi Zaman: Definisi, Doktrin, Sejarah & Dinamika Keumatan karya Yandi Irshad Badruzzaman, Nabi Muhammad SAW suka menyendiri, berkhalwat di Gua Hira.

Di Gua Hira ini, Nabi Muhamamd SAW melatih dirinya untuk menjauhi keramaian hidup, menghindari kelezatan dan kemewahan dunia, tekun, berjihad, berzikir, berpikir, dan mengindari makan-minum yang berlebihan.

Kebiasaan hidup seperti ini, membuat cahaya kenabian dalam diri Rasulullah SAW pun semakin kuat. Hingga malaikat Jibril AS menyampaikan wahyu pertamanya kepada Nabi Muhammad SAW pada 17 Ramadan.

Pengkhianatan Kaum Munafik dan Kaum Yahudi Madinah

Meskipun kebanyakan dari penduduk kota Yatsrib sudah menjadi muslim atau sepakat dengan nabi, namun lantas tidak demikian bahwa kota dan sekelilingnya secara serentak patuh dan tunduk mengikuti semua kehendaknya. Abdullah bin Ubay yang sebelumnya sudah dipersiapkan untuk dijadikan sebagai orang yang akan memimpin kota tersebut yang dengan sampainya Muhammad saw ke kota Yatsrib kedudukan tersebut gagal dia raih, tidak berpangku tangan. Walaupun secara lahir dia menampakkan keislamannya, namun dalam kesunyiannya dia telah melakukan sebuah konspirasi terhadap Muhammad saw dan kaum muslimin dan telah menjalin hubungan rahasia dengan kaum Yahudi Madinah. [46]

Kelompok pertama ayat-ayat madani Alquran menyebut kelompok ini sebagai kaum munafik, yang menimbulkan berbagai kesulitan pada kemulusan perjalanan dakwah Nabi dan kaum muslimin. Usaha kelompok ini lebih sulit dari kaum musyrikin dan kaum Yahudi, karena keberadaan mereka di sisi kaum muslimin disebut sebagai muslim dan Nabi tidak dapat memerangi mereka, karena mereka secara lahiriyah dihukumi sebagai muslim. [47] Ayat-ayat Alquran terkadang mengancam mereka bahwa Allah dan rasul mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Dan sesungguhnya mereka tahu bahwa kalian menjadikan kaum muslimin sebagai tameng untuk keselamatan diri kalian:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَ‌سُولُ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَ‌سُولُهُ وَاللَّـهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

Pembangkangan Abdullah di jalan Islam hingga akhir hayatnya (tahun ke-9) terus berlanjut. Orang-orang Yahudi yang meskipun dalam surat perjanjian Madinah memiliki hak-hak hingga merekapun mendapatkan bagian dari ghanimah atau keuntungan perang, yang mana pada mulanya mereka menunjukkan kesepakatannya kepada kaum muslimin bahkan beberapa orang dari mereka juga ada yang masuk Islam, namun pada akhirnya, mereka menampakkan kebencian mereka terhadap Islam. Dan faktor kebencian itu adalah bahwa mereka yang pada sebelumnya pernah menguasai perekonomian Yatsrib dengan cara bekerjasama dengan orang-orang Arab badui dan kaum musyrikin dalam perdagangan dan jual beli dan mereka berharap dengan terpilihnya Abdullah bin Ubay sebagai pemimpin Madinah, pengaruh perekonomian mereka akan lebih berkembang; namun dengan tibanya Muhammad saw ke kota ini ditambah dengan perkembangan Islam, telah menghalangi pengaruh tersebut.

Selain itu, orang-orang Yahudi tidak pernah mengenal dan menganggap seseorang yang bukan dari keturunan Yahudi sebagai nabi. Oleh sebab itu, sedikit demi sedikit mereka mulai menampakkan pembangkangan mereka kepada Muhammad saw. Nampaknya Abdullah bin Ubay juga memiliki pengaruh dalam menggerakkan mereka. Orang-orang Yahudi berkata: "Nabi yang dulu kita tunggu-tunggu kedatangannya bukanlah Muhammad" dan mereka mengetengahkan Taurat dan Injil kepada kaum muslimin di hadapan ayat-ayat Alquran sambil berkata: "Apa yang dikatakan Alquran berbeda dengan apa yang ada dalam kitab-kitab kami." Dan turunlah beberapa ayat dari Alquran mengenai hal tersebut, yang dengan turunnya ayat tersebut, terbukti bahwa Taurat dan Injil adalah dua kitab yang sudah diubah untuk sepanjang masa, yang mana tokoh ulama Yahudilah yang mengubah ayat-ayat tersebut supaya kedudukan dan posisi mereka tetap terjaga.

Akhirnya, Alquran sekaligus memutus hubungan Islam dengan Yahudi dan Nashara (kristen) dan juga supaya memberi pemahaman kepada penduduk Arab bahwa mereka yaitu kaum muslimin dibandingkan kaum Yahudi adalah sebuah umat yang terpisah, dikatakan bahwa: Kaum Arab berada di atas agama Ibrahim dan Ibrahim adalah kakek tertinggi Israil.

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَآجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنزِلَتِ التَّورَاةُ وَالإنجِيلُ إِلاَّ مِن بَعْدِهِ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ . هَاأَنتُمْ هَؤُلاء حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُم بِهِ عِلمٌ فَلِمَ تُحَآجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ.مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Semenjak Nabi saw masuk ke Madinah hingga 17 bulan, ketika salat ia menghadap ke arah Masjid al-Aqsha. Orang-orang Yahudi berkata: Muhammad tidak mempunyai kiblat sehingga kami mengajarinya. Rasulullah saw merasa tersinggung dari peringatan tersebut.

Pada suatu hari ia mendirikan salat zuhur di masjid Bani Salmah, pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriah, di pertengahan salat sebuah ayat turun kepadanya:

﴾ قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ﴿

Dalam keadaan seperti itu nabi saw menghadapkan wajahnya dari Baitul Makdis ke arah Kakbah. Dan kemudian masjid ini dalam sejarah Islam dikenal dengan masjid al-Qiblatain. Pergantian kiblat dari masjid al-Aqsha mengarah ke Mekah sangat merugikan kaum Yahudi dan Munafik. Hal ini dapat dibuktikan dengan kritikan mereka kepada kaum muslimin; mengapa sampai kini ketika mendirikan salat masih menghadap ke masjid al-Aqsha dan sekarang kiblat kalian berganti. Ayat berikut ini turun sebagai jawaban kepada orang-orang yang mengkritik:

Persiapan-persiapan Hijrah

ISTERI-ISTERI RASULULLAH SAW

Peristiwa Ghadir Khum

Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Nabi turun di sebuah tempat daerah Juhfah yang tempat tersebut adalah jalan perpisahan warga Mesir, Hijaz dan Irak. Di sebuah lembah yang dikenal dengan nama Ghadir Khum, perintah Allah sampai kepada beliau supaya beliau melantik Ali as sebagai penggantinya dan dengan ibarat yang lebih jelas adalah nasib pemerintahan Islami harus sudah jelas setelah keberangkatan Nabi saw. Rasulullah dalam perkumpulan kaum muslimin yang para ahli sejarah menulis jumlah mereka sekitar antara 90 sampai 100 ribu orang, Nabi mendeklarasikan dan bersabda:

Setelah kepulangan Nabi dari ibadah haji, sementara Islam semakin hari semakin terlihat kuat dan perkasa. Kesehatan Rasulullah pun terancam, namun dengan adanya sakit yang dia derita, Nabi masih tetap mempersiapkan sebuah pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk membalas kekalahan kaum muslimin di perang Mu'tah. Namun sebelum pasukan ini pergi untuk menjalankan perintah tersebut, Rasulullah saw telah pergi menemui Tuhannya. Dan disaat beliau pulang keharibaan-Nya, persatuan Islam telah terealisasi di seluruh semenanjung jazirah Arab dan Islam dibawa ke perbatasan pintu masuk dua kaisar agung Iran dan Romawi.

Pada permulaan tahun ke-11 H, Nabi terserang sakit dan kemudian wafat. Ketika sakitnya Nabi sudah mulai parah, ia naik ke mimbar dan berpesan kepada kaum muslimin supaya mereka saling kasih sayang dengan sesama mereka dan ia berkata: Jika seseorang mempunyai hak padaku maka ambillah atau halalkan dan jika seseorang merasa aku telah mengganggunya, sekarang aku siap untuk menerima balasan.[82]

Menurut penukilan Shahih Bukhari, salah satu dari buku-buku Ahlusunah yang paling penting, pada hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah, ketika sekelompok sahabat pergi berkunjung, beliau berkata: Bawalah sebuah pena dan kertas untuk aku tulis sesuatu untuk kalian, yang dengannya kalian tidak akan pernah tersesat. Beberapa orang dari para hadirin mengatakan: penyakit ini telah mengalahkan Nabi saw (dan dia mengigau) dan kami telah memiliki Alquran dan itu sudah cukup bagi kami. Terdengar huru-hara dan pertengkaran di tengah-tengah para hadirin, beberapa orang dari mereka berkata: "Bawakan kepada Nabi supaya beliau menulis dan sebagian lainnya mengatakan hal yang lain lagi, Nabi saw berkata:" Bangun dan pergilah kalian dari hadapanku. "[83] Di dalam buku Shahih Muslim, yang juga merupakan salah satu buku yang paling penting dari Ahlusunah, seseorang yang menentang kata-kata Nabi diperkenalkan bahwa dia adalah Umar bin Khattab. Dalam buku yang sama, sebagaimana halnya Sahih Bukhari, Ibnu Abbas senantiasa terus menyayangkan kejadian ini dan menganggapnya sebagai bencana yang besar. [84]

Nabi saw wafat pada tanggal 28 Safar tahun 11 H/632, atau dalam sebuah riwayat pada tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama di usianya yang ke-63. Sebagaimana yang tertulis di dalam buku Nahjul Balaghah, ketika ajal Nabi datang, kepalanya berada di antara dada dan leher Imam Ali as.[85]

Dan ketika itu, di antara putra-putri beliau yang hidup hanya Sayidah Fatimah sa. Putra-putranya yang lain yang di antaranya adalah Ibrahim yang lahir satu atau dua tahun sebelum beliau wafat, semua telah meninggal dunia. Jasad suci Nabi saw dimandikan dan dikafani oleh Imam Ali as dan dibantu dengan beberapa orang dari keluarganya dan ia dimakamkan di dalam rumahnya yang sekarang berada di dalam Masjid al-Nabawi.

Sementara Ali bin Abi Thalib as dan Bani Hasyim masih sedang mengurus acara pemakaman Nabi, sebagian orang dari para pemimpin kaum tidak memberikan perhatian pada omongan Rasulullah yang telah beliau sampaikan dua bulan yang lalu (lihat: peristiwa Ghadir) dan mereka berpikir bahwa mereka harus menentukan taklif pemimpin umat. Sebagian dari penduduk Mekah (Muhajirin) dan Madinah (Anshar) mengadakan pertemuan di sebuah tempat yang terkenal dengan nama Saqifah Bani Sa'idah. Mereka berkehendak secepatnya untuk memilih seorang pemimpin untuk kaum muslimin. Adapun siapa yang akan dipilih, mereka saling berbincang dan berdebat.[86] Setiap satu dari dua belah pihak Muhajir dan Anshar mereka sendiri merasa lebih pantas dari yang lainnya. Penduduk Mekah berkata: Islam muncul di kota dan di tengah-tengah kami; Nabi dari kaum kami; Kami adalah keluarganya; kami lebih dahulu menerima agama ini di banding kalian, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dari para Muhajir. Anshar berkata: Penduduk Mekah tidak menerima ajakan Muhammad saw. Dengannya mereka tidak bertindak baik dan bahkan memusuhinya; sebagaimana mereka mampu mengusiknya sehingga dengan terpaksa dia meninggalkan Mekah dan datang ke sisi kami Yatsrib; oleh karena itu, kami dululah yang menolongnya dan kamilah yang memarakkan Islam, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dipilih dari Anshar. Sebagian orang dari Anshar sudah merasa puas jika urusan pemerintah diurus oleh kedua belah pihak Muhajir dan Anshar dan mereka berkata: Dari kami seorang pemimpin dan dari Muhajirin seorang pemimpin. Akan tetapi Abu Bakar tidak setuju dengan pendapat tersebut dan berkata: Langkah semacam ini akan merusak persatuan umat Islam. Pemimpin dari kami dan para pejabat pembantu dipilih dari kalangan Anshar dan tanpa persetujuan mereka segala urusan tidak sah dan kemudian menukil sebuah riwayat dari Nabi saw yang berkata:

Riwayat ini diambil dari banyak hadis, walaupun dari segi teks dan sanadnya (dengan ibarat semacam ini) dapat didiskusikan kembali, namun itu adalah sebuah perkataan yang sangat efektif dan memberikan pengaruh yang cukup besar pada pertemuan-pertemuan semacam ini sehingga mengakhiri perdebatan Anshar.[87]

Selain riwayat yang dikemukakan oleh Abu Bakar, sepertinya permusuhan lama yang terpendam di tubuh dua kabilah Anshar, Aus dan Khazraj juga, tidak sedikit pengaruhnya terhadap alur pemikiran Muhajirin, karena jika saja kepemimpinan sampai ke tangan Anshar, kedua belah pihak suku tersebut tidak akan puas dengan kepemimpinan kabilah yang lainnya.

Perkataan Basyir bin Saad dari kabilah Kazraj yang menyetujui perkatan Abu Bakar dan kepuasannya dengan kepemimpinan kaum Muhajirin adalah salah satu tanda bukti hal tersebut. Karena kepemimpinan kaum Muhajirin dan Quraisy adalah hal yang sudah diterima, akhirnya perbincangan tiba pada sosok pribadi. Dua tiga orang yang memegang kekuasaan penuh majelis tersebut setiap satu dari mereka berpandangan dan akhirnya Umar dan Abu Ubaidah Jarrah, menerima Abu Bakar sebagai pemimpin dan berbaiat kepadanya. Kemudian kebanyakan dari para hadirin juga mengikuti apa yang mereka lakukan.

Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke Masjid Nabi. Umar mengutarakan sebuah ceramah mengenai keutamaan Abu Bakar dan keterdahuluannya dalam memeluk Islam dan layanan serta khidmat pertolongan yang ia lakukan untuk agama dan menyebutkan kebersamaannya dengan Rasulullah dari Mekah ke Madinah, dan meminta kepada masyarakat untuk membaiatnya. Dan masyarakat juga membaiatnya, kecuali sebagian dari Anshar dan keluarga-keluraga Nabi yang ada di majelis tersebut tidak berkenan membaiatnya dan Abu Bakar secara resmi menjadi khalifah. Dan karena pada khilafah Abu Bakar sebagian orang dari Muhajirin dan Anshar telah berkumpul di Saqifah dan telah menentukan seorang khalifah dan orang-orang yang lainnya juga menerima dengan apa adanya, maka perbuatan semacam ini telah menjadi sebuah tradisi sunnah.

Abu Bakar dalam majelis tersebut menyampaikan khutbahnya dan di sela-sela khutbah tersebut berkata: "Aku yang kalian pilih untuk menjadi pemimpin kalian bukanlah orang yang terbaik di antara kalian, dan aku siap melepaskan tanggung jawab ini dari pundakku. Aku berpegang pada Alquran dan Sunnah Nabi dalam mengatur urusanku dan urusan kaum muslimin."[88]

Badan Nabi saw tinggal di rumah Aisyah. Keluarga-keluarga beliau berada di sekelilingnya; fikih Islam berkata: Dalam upacara memandikan dan mensalati mayat tidak boleh ditunda-tunda; ini cermin bagi setiap muslim. Pemakaman Nabi Islam memiliki tradisi tersendiri. Mengapa para pembesar terbengkalai dari keutamaan ini, mungkin takut terkena fitnah dan mereka ingin secepatnya memilih pemimpin umat, namun apakah formalitas semacam ini telah menghabiskan banyak waktu?[89] Dari zaman itu sampai sekarang sudah lewat hampir lebih dari 14 abad. Mereka yang berada dalam perkumpulan itu dan menempatkan kedudukan mereka sebagai wakil kaum muslimin apakah mereka melakukannya demi Islam ataukah mereka khawatir akan pecahnya persatuan kaum muslimin, kita tidak tahu. Yang penting hal itu sudah sampai di sisi Allah sebagai Tuhannya dan perhitungannya ada pada-Nya. Namun dari sejak hari itu, telah muncul perpecahan di tengah komunitas kaum muslimin yang sama sekali tidak akan pernah bersatu.[90]

Dari kelompok yang enggan berbaiat adalah Saad bin Ubadah, ketua kabilah Khazraj yang berbaiat kepada Abu Bakar, dan ia tidak pernah hadir sama sekali dalam salat yang dia dirikan. Di masa-masa kekhilafahannya, Umar ia pergi ke Syam dan bermalam di suatu tempat bernama Hauran sebuah kota besar di bawah naungan Damaskus.

Di pertengahan malam orang-orang melihatnya terkapar luka dikarenakan panah. Orang-orang berkata: Para jin telah membunuhnya kemudian orang-orang dalam pembunuhannya membuat sebuah syair:

Selain Saad, Ali as dan Bani Hasyim serta beberapa orang dari para sahabat juga hingga beberapa waktu enggan berbaiat kepada Abu Bakar. Sebagian dari ahli sejarah menulis:

Dengan demikian, Abbas, Zubair dan yang lainnya merasa bimbang untuk berbaiat kepada Abu Bakar, namun akhirnya mereka memastikan diri untuk berbaiat dan pemerintahanpun terlaksana dengan baik.[91]

Nabi saw sebelum diutus, 40 tahun hidup di tengah-tengah masyarakat. Kehidupannya kosong dari kemunafikan, sifat-sifat yang kotor dan hal-hal yang tidak terpuji. Beliau dikenal dan dianggap oleh orang lain sebagai seorang yang jujur dan dipercaya (al-Amin). Nabi kemudian ketika menyampaikan risalahnya, mereka tidak mendustakan kepribadiannya akan tetapi mereka mengingkari ayat-ayat yang dibawanya. Hal ini juga disinggung dalam Alquran:

Juga dinukil dari Abu Jahal yang berkata: Kami tidak mendustakanmu, akan tetapi kami tidak menerima tanda-tanda yang kamu bawa. [93] Nabi saw di permulaan risalahnya kepada Quraisy, berkata:

Ketika itu Nabi mengatakan bahwa beliau telah diutus oleh Allah untuk memberi peringatan kepada masyarakat.

Selain latar belakang yang baik, urgensitas kabilah dan keluarga Nabi saw dan juga beliau dari kalangan Arab sendiri memiliki peran penting pada kedudukan dan keberhasilan Nabi. Kabilah Quraisy sejak dulu dari tahun-tahun sebelumnya adalah sebuah kabilah yang sudah tersohor dan memiliki kedudukan penting di kalangan Arab. Kepentingan ini telah menyebabkan banyak dari para kabilah yang menerimanya sebagai kabilah yang tak tertandingi sehingga pada batas-batas tertentu sebagian kabilah mengikutinya dalam berbagai urusan. Dari sisi lain, kakek buyut Nabi (Qushai bin Kilab, Hasyim dan Abdul Muththalib adalah sosok-sosok pribadi terkenal yang memiliki kemuliaan dan keagungan.

Komunitas semenanjung Arab pada waktu itu, adalah sebuah komunitas tertutup dan tidak memiliki hubungan kebudayaan tertentu dengan daerah-daerah lain. Kondisi semacam ini memunculkan semangat Arabisme secara kuat di dalam diri mereka dan hal ini menyebabkan mereka tidak dapat menerima orang lain karena mereka orang lain dan mereka hanya menerima apa yang datang dari diri mereka sendiri. Barangkali ayat dibawah ini mengisyaratkan hal ini:

Mengingat bahwa penduduk Arab adalah audien pertama Islam, maka jati diri Nabi saw sebagai orang Arab telah menambah kuat penerimaan pesan dan nasehatnya di kalangan mereka. Alquran juga telah mengisyaratkan hal tersebut.[96]

Keistimewaan yang paling tinggi dan yang paling mencolok dari sosok pribadi Nabi saw adalah dimensi akhlak yang beliau sandang. Alquran dalam hal ini mensifati: وَ إِنَّكَ لَعَلى‏ خُلُقٍ عَظيمٍ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. [97]

Dalam mensifati prilaku dan sifat-sifat Nabi saw mereka mengatakan: Dia kebanyakannya diam dan tidak berbicara kecuali seperlunya saja. Dan sama sekali jarang membuka mulutnya. Banyak tersenyum dan tidak pernah tertawa terbahak-bahak, ketika hendak menghadap seseorang beliau dengan seluruh tubuhnya berbalik. Dia sangat senang terhadap kebersihan dan aroma yang harum, yang mana jika seseorang melewati sebuah tempat yang pernah didatanginya, seakan-akan merasakan kehadirannya di tempat tersebut karena aroma yang tertinggal masih terasa.

Dia hidup dalam puncak kesederhanaan dan makan di atas lantai dan tidak pernah sombong. Dia makan tidak pernah sampai kenyang. Dan di sebagian besar waktu, khususnya ketika dia baru memasuki Madinah, dia mampu menahan rasa laparnya. Dengan ini semua, dia tidak hidup seperti para pendeta, dan dia berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia akan memanfaatkan kenikmatan-kenikmatan dunia, dia juga sering berpuasa dan beribadah.

Prilakunya dengan sesama muslim bahkan dengan non muslim berlaku dengan cara yang bijaksana, penuh derma, penuh kasih dan pemaaf. Perjalanan hidup dan kehidupannya begitu menyejukkan hati kaum muslimin sehingga sampai dinukil ke pelosok-pelosok daerah dan hal tersebut sampai sekarang menjadi panutan dan tauladan bagi kita semua. [98]

Amirul Mukminin Ali as dalam mensifati paras Nabi saw mengatakan: "Siapa saja yang melihatnya sebelum mengenalnya, ia akan merasakan kewibawaannya. Dan siapa saja yang berinteraksi dengannya dan atau mengenalnya ia akan menyukainya. [99]

Nabi membagi pandangannya di tengah kaum muslimin dan melihat mereka dengan kadar yang sama. [100] Dia sama sekali tidak berjabatan tangan dengan seseorang dan kemudian melepas tangannya kecuali orang tersebut melepaskan tangannya terlebih dahulu. [101]

Nabi saw dengan siapa saja berkomunikasi sesuai dengan kadar kapasitas akal orang yang diajak bicara. [102] Pengampunan dan pemaafannya bagi orang yang telah menzaliminya begitu tersohor [103] sehingga Wahsyi (pembunuh pamannya Hamzah) dan Abu Sufyan musuh utama Islam juga dimaafkan.

Nabi saw hidup dalam kezuhudan. Di sepanjang umurnya, dia tidak memiliki sesudut kamarpun untuk dirinya dan kamar-kamar sederhana yang terbuat dari tanah, yang ada di samping masjid itu adalah khusus milik istri-istrinya. Atapnya terbuat dari batang kurma dan pintunya digantungi korden yang terbuat dari bulu-bulu kambing atau bulu-bulu unta sebagai ganti dari pintu kayu. Kemudian beliau juga mempunyai sebuah bantal kepala yang isinya penuh dengan daun-daun kurma. Kasur dari kulit yang dipenuhi dengan daun-daun kurma yang mana sepanjang umur, beliau tidur di atasnya. Selimutnya terbuat dari kain yang kasar yang membuat badan gatal dan beliau juga memiliki kain selempang yang terbuat dari bulu unta. Padahal ketika itu, beliau baru saja menyelesaikan peperangan Hunain yang mana harta rampasan dari perang tersebut adalah empat ratus ribu unta, lebih dari empat puluh ribu domba, emas dan perak dengan kadar yang tidak sedikit, yang telah beliau bagikan ke sana dan ke sini.

Makanannya dikirim dari rumah, perlengkapan serta baju yang dipakainya sangat zuhud. Apalagi lewat berbulan-bulan di rumahnya api tidak menyala untuk memasak, makanannya secara keseluruhan adalah kurma, dan roti yang terbuat dari tepung ju (seperti gandum). Dua hari berturut-turut beliau tidak pernah makan dengan perut kenyang. Beliau sehari dua kali tidak beranjak dari taplak meja makan dengan perut kenyang. Sering kali beliau dan keluarganya malam-malam tidur dalam keadaan lapar. Suatu hari Fatimah membawa roti ju untuknya dan berkata: Aku membuat roti dan hatiku tidak puas jika aku tidak membawakannya untukmu. Makanlah itu dan lantas Nabi berkata: "Hanya makanan inilah yang ayahmu makan dari semenjak tiga hari yang lalu". Suatu ketika di perkebunan kurma salah satu dari sahabat Anshar sedang makan kurma, beliau bersabda: "Sudah hari keempat aku tidak makan". Terkadang saking laparnya, dia meletakkan batu ke perut dan mengikatnya (sehingga rasa lapar dapat teratasi). Ketika dia wafat perisainya digadaikan dengan tiga puluh canting ju kepada seorang Yahudi. [104]